Selasa, 23 Oktober 2012

Imunisasi, Investasi Kesehatan Anak Anda !

Banyak orangtua yang beranggapan bahwa imunisasi adalah sesuatu yang tidak penting untuk dilakukan; bahkan ada orang tua yang takut anaknya diimunisasi, karena khawatir dapat menyebabkan kecacatan mental dan penyakit lainnya. Apakah imunisasi bermanfaat atau hanya memberikan mudharat? Sebelum menyimpulkan suatu kabar yang diberitakan; apakah benar atau salah; alangkah baiknya kalau kita menilik lebih dalam mengenai hal yang dipermasalahkan dalam kabar tersebut. Oleh sebab itu, kita harus kembali ke konsep dasar imunisasi, mulai dari pengertian, komposisi, manfaat dan efek samping yang ditimbulkannya.


Imunisasi sering disalah artikan dengan vaksinasi. Imunisasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menimbulkan imunitas (kekebalan) pada tubuh dengan berbagai cara baik pasif maupun aktif. Imunitas pasif diperoleh secara langsung baik dari hewan (berupa serum) ataupun dari ASI. Imunitas aktif didapat ketika pajanan mikroorganisme tertentu memicu respons kekebalan tubuh sehingga tubuh membentuk kekebalan secara mandiri. Imunitas aktif dapat dibagi menjadi dua, imunitas aktif alami dan buatan. Imunitas aktif alami diperoleh dari infeksi alamiah yang menyerang manusia. Hal ini akan menyebabkan tubuh membangun proteksi jangka panjang terhadap infeksi yang sama berikutnya. Imunitas aktif buatan diperoleh dengan memasukkan kuman ke dalam tubuh dalam bentuk vaksin. Vaksin dapat merupakan mikroorganisme hidup, mikroorganisme yang dimatikan, atau toksin (racun) mikroorganisme yang dimodifikasi.Sedangkan vaksinasi diartikan sebagai proses memasukkan vaksin kedalam tubuh. Jadi dapat disimpulkan bahwa vaksinasi merupakan bagian dari imunisasi.

Imunisasi pertama kali ditemukan pada awal tahun 1800 oleh Edward Jenner (1749-1823), seorang dokter berkebangsaan Inggris. Pada waktu itu terjadi wabah campak (smallpox) di Inggris dan menelan banyak korban jiwa, terutama anak-anak. Selain menyerang manusia, virus yang mirip ternyata juga menyerang sapi (cowpox). Infeksi virus cowpox hanya menyebabkan gejala ringan pada manusia. Beliau kemudian berinisiatif untuk mengambil cairan  yang berasal dari pustule (benjolan berisi cairan yang merupakan gejala cowpox) sapi yang terjangkit untuk dipaparkan kepada orang sehat. Dari penelitian yang dilakukan beliau, orang tersebut terlindungi lebih baik terhadap campak dibandingkan dengan orang yang tidak dipaparkan cairan tersebut. Hasilnya, wabah campak yang menyerang Inggris saat itu dapat dikendalikan. Mulai saat itu, penelitian mengenai imunisasi berkembang dengan pesat. 

Jika dilihat dari komponennya yang berupa mikroorganisme, baik yang dilemahkan, dimatikan ataupun toksin yang dimodifikasi, sangat mungkin timbul efek samping pada individu yang diberikan vaksin. Ketika mikroorganisme masuk kedalam tubuh, secara alami tubuh akan membentuk substansi (mis: interleukin, TNF - α) untuk melawan mikroorganisme tersebut. Selain berdampak buruk pada mikroorganisme, substansi tersebut juga dapat menimbulkan berbagai efek negatif terhadap tubuh, mulai dari demam, kejang sampai gangguan saraf. Oleh sebab itu, yang menentukan seberapa besar efek samping yang ditimbulkan adalah berapa banyak substansi yang dikeluarkan tubuh untuk melawan mikroorganisme tersebut. Selain itu, pada vaksin juga terdapat bahan tambahan berupa zat kimia (mis: logam aluminium) yang terkadang juga menimbulkan efek samping walaupun sangat jarang. Efek samping yang ditimbulkan berbeda pada setiap orang. Hal ini disebabkan karena setiap orang mempunyai karakteristik respons yang berbeda dengan orang lain tergantung pada banyak faktor, seperti genetik dan lingkungan. Misalnya pada pemberian vaksin dengan jenis dan dosis yang sama, anak “A” bisa saja mengalami demam dan kejang sementara anak “B” tidak. Berdasarkan fakta di lapangan, dampak efek samping yang berat sangat jarang ditemukan.

Berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) imunisasi yang wajib diberikan kepada anak adalah imunisasi polio, campak, hepatitis, BCG, dan DPT. Patut diperhatikan antara manfaat dan efek samping yang ditimbulkan oleh suatu imunisasi, misalnya pada vaksin DPT (Diphteri, Pertussis, Tetanus). Akibat efek samping yang ditimbulkannya, yaitu berupa kejang, kerusakan otak dan bahkan kematian, penggunaan vaksin ini berkurang drastis pada tahun 1970-an. Kira-kira terdapat 26 anak-anak yang meninggal setiap tahunnya karena penggunaan vaksin DPT. Tetapi, infeksi yang disebabkan oleh bakteri pertusis (batuk rejan), jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkan vaksin DPT. Di negara berkembang, kira-kira 750.000 anak-anak meninggal setiap tahunnya karena pertusis, padahal hal ini bisa dicegah dengan penggunaan vaksin DPT. Oleh sebab itu, keuntungan imunisasi untuk anak-anak lebih besar dibandingkan dengan risiko yang ditimbulkannya, sehingga tidak ada kontraindikasi untuk melakukan imunisasi pada anak yang sehat.

Fakta lainnya adalah suksesnya eradikasi polio yang dicanangkan oleh WHO pada tahun 1998 melalui program Global Polio Eradication Initiative (GPEI). Program ini bertujuan untuk mendukung setiap negara di dunia agar melaksanakan program imunisasi polio bagi setiap anak sampai penyebaran polio berhenti dan dunia menjadi bebas polio. Sejak dilaksanakannya program ini, jumlah kasus polio yang dilaporkan setiap tahun berkurang lebih dari 99%; dari 350.000 pada tahun 1988 menjadi 1.625 kasus pada tahun 2008. Tetapi, tugas WHO belum selesai. Kasus polio masih banyak ditemukan pada empat negara dan beberapa negara yang mengalami kasus infeksi berulang. Pada tahun 2008, keempat negara tersebut, yaitu Nigeria, Afganistan, Pakistan dan India, melaporkan hampir 91% dari seluruh kasus polio baru di dunia (1.488 kasus dari total 1.625 kasus). Tetapi, secara umum program WHO untuk imunisasi polio ini berjalan dengan baik dengan berkurangnya kasus baru sebanyak lebih dari 99% seperti yang telah disebutkan diatas.

Jika dilihat dari perspektif Islam, maka imunisasi hukumnya dapat halal dan dapat juga haram. Penentuan halal atau haramnya sebuah vaksin dapat dilihat dari bahan-bahan yang terkandung dalam vaksin tersebut dan seberapa pentingnya vaksin tersebut terhadap kesehatan dan keselamatan seseorang. Bicara masalah haram atau halal, maka hal ini tidak dapat dilepaskan dari Al-Qur’an dan Sunnah.

” Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah:173).

” Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala...” (QS. Al-Maidah:3).

Berdasarkan firman Allah diatas, maka vaksin hukumnya haram jika mengandung bahan-bahan yang diharamkan, misalnya babi dengan segala derivat atau turunannya (darah, enzim, dan sebagainya). Tetapi, hukum haram ini dapat berubah menjadi halal jika vaksin ini sangat penting untuk keselamatan seseorang dan sampai sekarang belum ditemukan bahan yang halal untuk menggantikannya. Contohnya  pada penggunaan vaksin meningitis (radang selaput otak) untuk jemaah haji. Vaksin meningitis tersebut mengandung enzim porchin yang berasal dari babi. Penggunaan vaksin ini diwajibkan oleh pemerintah Arab Saudi kepada jamaah haji untuk mencegah penyakit meningitis. Penyakit ini dapat mengancam keselamatan jamaah haji dan sampai saat ini belum ditemukan adanya bahan pengganti untuk enzim porchin ini. Oleh sebab itu, Majelis Ulama Indonesia selaku badan yang berwenang untuk mengeluarkan keputusan halal atau haram, memutuskan bahwa penggunaan vaksin meningitis adalah halal dengan syarat-syarat tertentu (mis: pelaksaan haji tersebut adalah yang pertama kalinya). Sedangkan untuk imunisasi pada anak (campak, polio, DPT, BCG, hepatitis), sampai sekarang tidak ada pelabelan haram oleh MUI; dengan kata lain, imunisasi pada anak halal hukumnya.

Berdasarkan berbagai fakta dan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa manfaat imunisasi melebihi efek samping yang ditimbulkannya. Oleh sebab itu, para orang tua tidak perlu khawatir untuk memberikan imunisasi kepada anaknya. Dengan pemberian imunisasi, berbagai penyakit berbahaya dapat dicegah, seperti campak, polio, hepatitis dan tuberkulosis (TBC) dan tentu saja dengan pencegahan ini, maka anak dapat menggapai masa depan yang lebih cerah. Pembangunan paradigma positif terhadap imunisasi jelas perlu  ditekankan kedepannya untuk membentuk generasi muda bangsa yang sehat dan berkualitas. Jadi, kenapa anda harus ragu untuk memberikan imunisasi kepada anak anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar