Jumat, 01 Agustus 2014

“Informed Consent”, Kenali Hak Asasi Anda


            Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi topik utama pembahasan di seluruh dunia. Dalam dunia kedokteran, informasi menjadi hak asasi bagi pasien karena berdasarkan informasi itulah pasien dapat mengambil keputusan tentang suatu tindak medis yang dilakukan terhadap dirinya. Di pihak lain, memberikan informasi secara benar kepada pasien, merupakan kewajiban seorang dokter.           Bila diperhatikan dengan cermat, ternyata sebagian besar perselisihan yang timbul antara dokter dan pasien dikarenakan kurangnya informasi. Bukankah hal yang wajar bila pasien ingin tahu segala tentaung dirinya, menentukan nasibnya dan menanggung akibat dari keputusannya sendiri (the right of self-determination) ? Sebaliknya dokter juga harus menjelaskan apabila terjadi akibat negatif atau pun tidak berhasilnya suat tindak medis atas pasiennya.
            Informed Consent dapat diartikan sebagai izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan secara bebas, sadar dan rasional setelah ia mendapatkan informasi yang dipahami dari dokter tentang penyakitnya. Informed Consent  harus memenuhi 2 syarat pokok, yaitu pengertian dan sukarela. Pasien harus memahami dan mempunyai informasi yang cukup untuk mengambil keputusan mengenai perawatan terhadap dirinya dan memberikan persetujuan baik lisan atau tertulis.
            Dasar dari Informed Consent dapat digambarkan sebagai hubungan dokter – pasien berasaskan kepercayaan, adanya hak untuk menentukan sendiri atas dirinya, dan adanya hubungan perjanjian dokter – pasien. Pada hakikatnya, Informed Consent merupakan untuk melindungi pasien dari segala kemungkinan tindakan medis yang tak disetujui/diizinkan oleh pasien tersebut, sekaligus melindungi dokter (secara hukum) terhadap kemungkinan akibat yang tak terduga dan bersifat negatif.
            Izin pasien yang paling sederhana adalah dalam bentuk lisan. Izin lisan biasanya untuk tindak medis yang rutin misalnya penyuntikan. Pada hal khusus, misalnya suatu pemeriksaan dalam terhadap seorang wanita, izin lisan masih perlu diperkuat dengan kehadiran saksi tertentu (misalnya perawat atau bidan). Izin lisan juga diperlukan pada tindakan pembedahan ringan yang tak memerlukan pembiusan umum.
            Pada pembedahan besar/mayor dan tindakan yang memerlukan pembiusan umum diperlukan izin tertulis untuk memudahkan pembuktian kelak dan dengan demikian dapat melindungi dokter dari kemungkinan pengingkaran izin oleh pasien. Sedangkan suatu izin dianggap telah diberikan oleh pasien apabila suatu apabila dilakukan untuk pemeriksaan rutin biasa seperti pengukuran tekanan darah, pengambilan contoh darah dll. Ada yang berpendapat bahwa dengan kedatangan pasien ke suatu fasilitas pelayanan kesehatan, sebenarnya ia telah memberikan izin (implied consent) tersebut.
            Keadaan gawat darurat yang merupakan situasi khusus dapat dimasukkan dalam kategori implied consent. Dalam keadaan ini faktor waktu memegang peranan yang sangat menentukan, sehingga setiap penundaan tindakan medis akan berakibat serius bahkan bisa fatal. Maka untuk hal khusus ini, izin dari pasien tidak lagi dibutuhkan karena jika menunggu adanya izin dan kemungkinan berakibat buruk pada pasien, dapat menjadi dasar penuntutan terhadap dokter karena tindak kelalaian.
            Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindak medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus diinformasikan terlebih dahulu, setidaknya dokter harus menjelaskan beberapa hal :
  • Penyakit yang diderita dan prosedur perawatan/pengobatan yang akan diberikan.
  • Resiko yang akan dihadapi.
  • Prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.
  • Alternatif metode perawatan/pengobatan.
  • Hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.

Dari penjelasan yang diberikan, maka Informed Consent merupakan perwujudan hak asasi pasien dan sekaligus juga dokter. Pasien dilindungi dari tindakan dokter yang sewenang – wenang, sedangkan dokter juga dilindungi dari tuntutan yang tidak wajar. Anggapan bahwa Informed Consent merupakan senjata bagi dokter untuk melindungi diri, mudah – mudahan dapat diluruskan dengan tulisan ini. Sebaliknya anggapan bahwa dengan adanya Informed Consent dokter dapat bertindak sekehendak hatinya juga dapat dihilangkan. Smoga kita sebagai pasien bisa bijak untuk meminta informasi tentang keadaan medis dan mengambil keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan. Salam sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar