Program Keluarga
Berencana (KB) secara prinsip dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan
maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan
yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan
kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah manfaat yang
dapat mencegah timbulnya kemudaratan.
Para ulama yang
membolehkan KB sepakat bahwa program yang dibolehkan syari`at jika KB bermaksud
sebagai usaha pengaturan / penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan
kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi dan kondisi
tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Dalam hal ini, KB memiliki
fungsi sebagai tanzim al nasl (pengaturan keturunan), dan tidak bermaksud untuk
tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim) dan aborsi
(isqot al-haml), maka KB tidak dilarang. Pemandulan dan aborsi yang dilarang oleh
Islam, jika tindakan pemandulan atau aborsi yang tidak didasari medis yang syar`i.
Kebolehan KB dalam pengertian diatas sudah banyak difatwakan, baik oleh
individu ulama maupun lembaga Islam.. MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah
mengeluarkan fatwa serupa dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan,
Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983. Betapa pun secara teoritis sudah banyak
fatwa ulama yang membolehkan KB dalam arti tanzim al-nasl, tetapi kita harus
tetap memperhatikan jenis dan cara kerja alat/metode kontrasepsi yang akan
digunakan untuk ber-KB.
Alat kontrasepsi yang
dibenarkan menurut Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan (man’u
al-haml), bersifat sementara (tidak permanen) dan dapat dipasang sendiri oleh
yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau
oleh orang lain yang pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam
keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus
berasal dari bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang
membahayakan (mudarat) bagi kesehatan.
Alat / metode kontrasepsi
yang tersedia saat ini telah memenuhi kriteria tersebut, oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa KB secara substansial tidak bertentangan dengan ajaran Islam
bahkan merupakan salah satu bentuk implementasi ajaran Islam dalam rangka
mewujudkan sebuah kemashlahatan, yaitu menciptakan keluarga yang tangguh,
mawardah, sakinah dan penuh rahmah.
Sumber : Drs.H.
Aminudin Yakub,MA (Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat) dengan perubahan
seperlunya.