Kamis, 27 September 2012

Kisah Inspiratif : Dari Balik Dinding Pesantren


Kawan, sejenak kita hentikan pembicaraan karna handphone ku berdering, tanda ada SMS masuk. Pesan dari 0831815xxxxx, nomor pengelola wisma, sejenak ku bacakan biar engkau bisa mendengarkannya :
“Sebuah tempat tinggal bernama wisma, menjalin ukhuwah dan kebersamaan untuk sebuah cita – cita mulia. Tempat belajar untuk saling menghargai dan menghormati saudara. Belajar untuk bisa saling memahami dan menasehati. Pelepas lelah dan letih di tengah kesibukan kampus dan rumah sakit yang luar biasa. Tempat menumbuhkan kembali bibit – bibit semangat yang telah terkikis karena berbagai kesibukan yang ada. Ikhwafillah, ana yakin kita semua pasti tahu dan sadar bagaimana kondisi wisma sekarang ini. Fungsinya sudah jauh melebar dari apa yang seharusnya. Ikhwafillah, mari bertekad untuk memperbaiki fungsi wisma kembali. Mulailah dari diri kita pribadi.
1.      Perbaiki diri untuk semakin dekat dengan Allah karena keshalehan kita bisa berpengaruh bagi saudara kita.
2.      Mari tumbuhkan kembali semangat bahwa wisma adalah rumah kita yang harus dijaga kebersihan dan kenyamanannya.
3.      Mari hiasi wisma di waktu luang untuk tilawah qur’an, belajar, diskusi tentang kebaikan dan silaturahim.
4.      Mari saling mengingatkan untuk kebaikan.
By : BPW (Badan Pengelola Wisma) FK UNAND, berbenah untuk masa depan wisma yang cemerlang.”
SMS kali ini menyadarkan ku dengan keadaan wisma saat ini. Mesti tak lagi jadi bahagian pengelola, namun keadaan sekarang tak bisa terlepas dari posisi ku sebagai santri yang paling senior di sini, sudah 5 tahun. Wisma begitulah kami menyebutnya, sebuah pesantren mahasiswa yang dimiliki tiap fakultas. Kedokteran memiliki 3 wisma ikhwan dan 7 diperuntukan bagi akhwat , ia dikelola oleh Badan Pengelola Wisma. Tak jauh berbeda dengan kontrakan, hanya saja di sini terdapat aturan dan program pembinaan, biasanya selalu ditawarkan saat Bimbingan Mahasiswa Baru (BIMBA), jika setuju maka sang junior akan ditempatkan di wisma berbaur dengan penghuni lama yang berlatar angkatan dan daerah yang berbeda.
***
            Sabtu siang, akhirnya usai jua mengikuti tes TOEFL di Auditorium UNAND setelah melakukan kesalahan besar dengan datang terlambat. Masih ingat dalam ingatanku, matahari terik memanasi ubun – ubun kami saat sampai di kampus Jati, begitulah orang mengenal lokasi kampus kedokteran yang terpisah dari kampus pusatnya di Jerman – Jeruk Manis (red : Limau Manih). Butuh 45 menit perjalanan dengan bus kota karena mesti melewati Pasar, ditemani bunyi musik yang memecahkan gendang telinga, namun sepertinya telah menjadi ciri khas bus kota.
            Terlihat tak begitu besar, gedung putih berbentuk bundar menyapa kehadiran kami, sepertinya inilah rupa gedung utama. Kami hanya bertiga datang ke Jati, aku seorang diri dan kawan ku  Yusuf, seorang mahasiswa baru yang ku kenal sejak SMA, ia datang bersama bapaknya yang berperawakan seperti seorang datuk. Datangnya kami ke Jati, hanya untuk mencari tahu keberadaan wisma Ababil.
            Langkah ku berlanjut ke dalam kampus, sempat tertipu dengan penampilan luarnya, kampus yang sangat panjang.  Berjalan perlahan sambil memandangi mahasiswa berseragam hitam - putih, jelas sekali parasnya sebagai mahasiswa kedokteran, tak lepas buku dari tangan mereka, asyik sekali bercerita, sesekali ada yang bersorak, sepertinya sedang membahas soal ujian yang baru usai mereka hadapi. Ragu untuk bertanya, saat bingung melanda ku dapati dua orang berbaju koko berjalan memasuki gerbang kampus FK, serupa benar gayanya dengan mentorku waktu di SMA. Ku dekati mereka sambil mengajak Yusuf dan bapaknya.
            “Assalamu’alaikum, Bg kenalkan saya Poby mahasiswa baru 2005”, sambil bersalaman dan memperkenalkan Yusuf..
            “Ya Dek,saya Randi biasa disapa Bubuy angkatan 2002 dan ini Mukri angkatan 2004, ada yang bisa dibantu ?”, jawabnya penuh keakraban.
            “Saya mau cari wisma Ababil, mentor saya di SMA menyarankan untuk tinggal di  wisma Ababil saja jika lulus kedokteran”, tanya ku
            “Oo..wisma Ababil sudah tak ada lagi Dek, yang ada wisma Tarbawi  di komplek PJKA, abang juga tinggal di sana, nanti abang antar. Sudah sholat Dzuhur ? yuk, kita ke belakang dulu, mungkin anak – anak wisma juga lagi kumpul di sana..” ia pun memberi sedikit penjelasan, sambil melangkah ke mushala Asyifa.
            Usai dzuhur, diperkenalkannya kami dengan beberapa mahasiswa lainnya, mereka aktivis kampus,  pengurus Forum Studi Kedokteran Islam (FSKI) seperti Rohis di SMA ku. Tak lama menunggu, seorang mahasiswa  angkatan 2003 mengantarkan ku ke wisma yang dimaksud. Aulia Rahman, mahasiswa asal Pekanbaru yang cukup kharismatik. Perjalanan yang cukup melelahkan, agar tak terlalu memutar jalan, kami diajak mengambil jalan pintas meniti pematang sawah. Rasa penasaran memenuhi ruang pikiranku..
            Rumah bertuliskan “ahlan wa sahlan, Wisma Tarbawi”, menegaskan ini rumah yang dimaksudkan,  tidaklah  terlalu besar, terkesan sederhana, lantainya hanya dengan semen biasa, ku pandangi sekeliling ruang, sebuah ruang lepas berukuran 4 x 5 meter, ada papan pengumuman, ada 4 buah kamar yang saling berhadapan.  Kedatangan kami sepertinya sudah ditunggu, karna saat kami tiba, sudah berkumpul beberapa orang penghuni wisma. Mereka menyambut kami dengan penuh akrab, berbaur dalam kekeluargaan, suasana yang tidak asing lagi bagiku karna saat masih SMA, selalu ku sempatkan datang ke wisma Faterna jikalau ke Padang , sebuah wisma milik mahasiswa Peternakan,dan di sanalah tempat tinggal mentorku saat SMA.
            “Dek, selamat datang di wisma Tarbawi, abang – abang di sini dari berbagai angkatan dan asal daerah. Silahkan nanti berkenalan. Di sini tidak bisa bebas seperti di kontrakan, kita memiliki aturan dan program. Jika sholat mesti ke mesjid, tiap pagi kita ada taklim, tiap senin – kamis puasa sunnah bareng – bareng. Adik – adik bisa numpang di sini selama 1 minggu, jika merasa kurang cocok, kami akan bantu carikan tempat tinggal.. Oh ya, jika adik butuh buku – buku bisa dipinjam punya abang – abang..”, ujar bang Aulia menjelaskan sangat rinci seperti seorang salesman menawarkan barang dagangannya..
            “Afwan Bang, mau bertanya, tapi jawab jujur ya ?”, kata ku serius..
            “Ya, ada apa ?”
            “Apa benar ini wisma ikhwah ? mentor saya bilang wisma ikhwah di sini bernama wisma Ababil..”, tanyaku
            “hahahaha.., iya Dek, ini wisma ikhwah, lihat itu..”, jawab bang Aulia sambil menunjuk ke pintu kamarnya, dan yang lain spontan tertawa..
***
Lima tahun kemudian
            Kawan, mengingat kembali kisahku lima tahun yang lalu. Dan kini, posisiku telah menggantikan bang Aulia, kini ia telah berpraktek dokter di Duri . Masih di kamar yang sama, dulu ia yang menemaniku, sedangkan kini aku telah menggantikan posisinya sebagai santri senior di wisma..          
            “Assalamu’alaikum, sendirian aja Dek, masih panas?”, ujarku menyapa Akbar sambil mengganti pakaian dinasku. Akbar, mahasiswa tingkat dua yang sejak kemaren mengalami panas tinggi..
            “Ya bang, yang lain masih di kampus, udah agak mendingan, terakhir 38 0C udah mendingan dari kemaren..”..
            “Udah makan Dik ? Abang suapi ya..”, tawarku..
            “Belum bang, tadi nitip makanan tapi Ari belum juga pulang..”, jawabnya
            Usai berganti pakaian, ku siapkan nasi buat Akbar, kebetulan ada sambal yang sempat ku beli di warung sebelum pulang. Ku suapi ia sambil menceritakan kejadian yang ku alami hari ini di rumah sakit, maklum saja aku juga sedang menjalani pendidikan klinik di bagian Obstetri - Gynekologi RSUP Dr.M.Djamil Padang. Beginilah kami memaknai arti ukhuwah di wisma, seperti Akbar yang sudah serasa adik kandung ku sendiri.
***
Padang, 28 Januari 2011
            Kawan, sore ini hujan masih hengkang dari kota Padang, cuaca tak bersahabat untuk melangkahkan kaki menuju mesjid Al-Hidayah, satu – satu nya mesjid komplek.  Di sebuah ruang,  enam orang santri menggelar sajadah di ruang tengah untuk Maghrib berjamaah. Wisma Al-Quds, disinilah aku berada. Rumah dengan tiga kamar, tidak terlalu besar, cukuplah rasanya untuk ditempati enam orang, tak berapa jauh dari Wisma Tarbawi , namun lebih dekat dengan pagar kampus. Kemudian teruslah berjalan,  jika bertemu pertigaan, ikuti petunjuk jalan, jelas tertera jalan Mandailing, sekitar 500 meter darinya kita akan temukan wisma Ibnu Sina. Jika kawan tak hendak pulang, maka bermalam lah di sini, setidaknya untuk mendapatkan kehangatan ukhuwah di dalamnya..
            Kawan, mungkin sedikit berbagi cerita, sudah sejak lama orang tua ku menyarankan agar keluar wisma, memilih kontrakan saja. Mereka amat khawatir jikalau aku terperangkap dengan ajaran sesat seperti berita yang hangat dibicarakan. Dengan penuh yakin, ku berikan penjelasan..
            Kawan, engkau mungkin mengira hidup kami tanpa masalah, kami juga mahasiswa seperti mahasiswa lainnya, lahir dari rahim yang berbeda, rambut sama hitamnya tapi beda pemikiran, kami pernah salah, pernah bertengkar, pernah jengkel, pernah juga futur dalam beribadah seperti yang lain.. Tetapi di antara kami, masih ada yang sabar mengingatkan, ada yang mengalah, ada yang menyeimbangkan suasana sehingga saat kau datang ke sini, terasa amat menyejukkan..
            Kawan, jikalau nanti adik mu lulus di kedokteran, tawarkan saja bersama kami. Yakinlah, keluarga mu tak perlu terlalu khawatir, kami akan menjaganya seperti adik sendiri. Seperti yang kau lihat, aku menemukan abang,, mendapatkan adik di sini.
            Saat suara azan mendayu membangunkan pagi, saat – saat itu kami melangkah bersama ke mesjid sambil bercengkrama. Saat menunggu terbitnya mentari, saat – saat kami membentuk lingkaran keimanan dengan agenda harian. Saat senin dan kamis hadir menyapa, saat - saat menikmati kebersamaan dalam santap sahur dan berbuka. Saat malam minggu memanggi, saat – saat kami menghabiskan malam dengan mabit di mesjid kampus. Saat ada waktu luang, saat – saat itulah kami agendakan untuk rihlah, jogging ke pantai, dan sesekali membersihkan rumah kami. Saat kau kembali ke kampus mu, berceritalah tentang apa yang kau lihat di sini, meskipun banyak yang harus dibenahi tapi kami telah memulai cerita..dari sini..dari balik dinding pesantren..

*Tulisan karya dr. Poby Karmendra ini terangkum dalam antalogi kisah nyata inspiratif  "Jalan Menuju Dokter Muslim" yang diterbitkan oleh Indie Pro Publishing pada awal 2012 dan telah masuk pada cetakan ke II.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar